Polemik PT PHSS: Pencemaran Sungai di Muara Badak Dibawa ke DPR RI

KUTAI KARTANEGARA – Konflik terkait dugaan pencemaran sungai oleh PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga (PHSS) semakin memanas.

Masyarakat Muara Badak kini membawa permasalahan tersebut ke Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) setelah upaya mediasi dengan pihak perusahaan tidak membuahkan solusi.

Kekecewaan warga semakin meningkat setelah muncul tudingan bahwa PT PHSS berusaha menghilangkan barang bukti pencemaran dengan cara melakukan netralisasi menggunakan bahan kimia.

Salah seorang pemilik keramba kerang dara, Iskandar, mengungkapkan temuan yang mengejutkan terkait dugaan tersebut.

“Kami mendapat informasi dari anggota di Muara Badak bahwa lokasi penampungan limbah PT PHSS sudah ditabur kaporit. Saya juga punya bukti foto dan video tentang air sungai yang tercemar, termasuk kerang dara yang mati serentak di enam desa,” ucap Iskandar kepada beritaborneo.com, Jumat (10/01/2025).

Kasus ini terungkap setelah mediasi pertama yang diadakan pada 30 Desember 2024, yang difasilitasi oleh Camat Muara Badak.

Dalam mediasi tersebut, PT PHSS mengakui bahwa kotak pengolahan limbah yang ditemukan di sungai adalah milik mereka. Namun, pertemuan tersebut tidak menghasilkan kesepakatan.

Mediasi kedua yang diadakan oleh Komisi I DPRD Kutai Kartanegara (Kukar) pada Rabu (8/1/2025) juga tidak memberikan solusi yang memadai.

Anggota Komisi I DPRD Kukar, Desman Minang Endianto, menyatakan keprihatinannya atas dampak yang dialami oleh para pembudidaya kerang dara yang terdampak langsung oleh masalah ini.

“Para petani sudah menunjukkan bukti bahwa kegagalan panen mereka disebabkan pencemaran air laut akibat limbah pengeboran oleh PT PHSS. Tahun 2024, lebih dari 800 ton kerang dara mati, dengan kerugian mencapai Rp50 miliar,” ujar Desman.

Desman juga mempertanyakan sikap PT PHSS yang terkesan lamban dan enggan memberikan solusi.

“Camat Muara Badak sudah menegaskan bahwa tidak ada aktivitas lain di lokasi itu selain PT PHSS. Jadi, kenapa perusahaan tidak segera bertindak?” tegasnya.

Dalam mediasi kedua, Komisi I DPRD Kukar akhirnya memutuskan untuk membawa persoalan ini ke Komisi XII DPR RI.

Desman menyarankan agar PT PHSS segera menawarkan solusi jangka pendek untuk meringankan beban para petani kerang dara.

“Masyarakat di sana berjuang hanya untuk bertahan hidup. Mereka butuh tindakan nyata, bukan janji kosong,” tambah Desman.

Selain meminta kompensasi atas kerugian yang mencapai Rp50 miliar, masyarakat juga menuntut agar PT PHSS membersihkan sungai yang tercemar serta memberikan jaminan bahwa pencemaran serupa tidak akan terjadi lagi di masa depan. []

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com