Setelah 58 Tahun, Sritex Pailit Dililit Utang

JAKARTA – PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara, resmi menutup operasionalnya pada Sabtu (01/03/2025) lalu, setelah gagal membayar utang dan dinyatakan pailit. Keputusan ini diumumkan melalui rapat kreditur kepailitan yang digelar pada Jumat (28/02/2025). Dengan begitu, perjalanan panjang Sritex selama 58 tahun berakhir dengan penutupan yang menyakitkan bagi perusahaan yang pernah berjaya di industri tekstil.

Sritex, yang didirikan pada 1966 oleh Muhammad Lukminto di Pasar Klewer, Solo, semula hanya sebuah toko kain. Namun, berkat kerja keras dan inovasi, perusahaan ini berkembang pesat dan menjadi produsen seragam militer ternama di Indonesia dan negara-negara anggota NATO. Pada 1990, Sritex mulai menerima pesanan seragam militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan terus memperluas pasar ke berbagai negara.

Namun, Sritex mulai menghadapi kesulitan keuangan setelah pandemi Covid-19, yang memperburuk kondisi perusahaan. Meski pada 2019 Sritex berhasil mencatatkan penjualan sebesar US$ 1,3 miliar, situasi berbalik pada 2020, di mana pendapatan turun drastis menjadi US$ 847,5 juta. Pada 2021, Sritex bahkan mencatatkan kerugian sebesar US$ 1,08 miliar.

Kasus kepailitan Sritex dimulai pada Januari 2022, ketika perusahaan digugat oleh CV Prima Karya yang mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). Meskipun sempat ada kesepakatan damai dan restrukturisasi utang, Sritex kembali digugat pada 2024 oleh PT Indo Bharat Rayon terkait kewajiban utang yang belum terpenuhi.

Pada Oktober 2024, Pengadilan Niaga Semarang akhirnya memutuskan Sritex pailit. Meskipun perusahaan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, putusan tersebut ditolak pada Desember 2024. Putusan ini mengukuhkan status kepailitan Sritex secara sah dan mengarah pada penutupan operasional pada Maret 2025.

Penutupan ini berdampak besar bagi karyawan Sritex. Sebanyak 8.000 pekerja terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), menjadikan total pekerja yang terdampak PHK akibat keputusan pailit mencapai 10.665 orang. Kejatuhan Sritex menjadi tanda buruk bagi industri tekstil Indonesia, yang sebelumnya mengandalkan perusahaan ini sebagai salah satu raksasa manufaktur.

Sritex yang pernah menjadi pemimpin pasar di industri tekstil, kini harus menerima kenyataan pahit bahwa kegagalan dalam memenuhi kewajiban utang dan melemahnya daya saing telah menuntun mereka pada akhir dari perjalanan panjang tersebut. []

Redaksi03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X