NUNUKAN — Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Nunukan menyoroti urgensi peningkatan akses jalan penghubung antara wilayah Kabupaten Malinau dan Kecamatan Krayan, yang berada di perbatasan Indonesia-Malaysia. Dari sebelas rekomendasi yang disampaikan lembaga legislatif tersebut kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nunukan, dua poin di antaranya secara khusus menyinggung persoalan akses darat menuju wilayah dataran tinggi Krayan.
Anggota DPRD Nunukan dari Daerah Pemilihan IV, Ryan Anthoni, menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur jalan dari Malinau menuju Krayan merupakan kebutuhan mendesak dan menjadi prioritas utama masyarakat di kawasan perbatasan tersebut.
“Penyelesaian akses yang menghubungkan Malinau dan Krayan ini merupakan awal dari pembangunan dan peningkatan kesejahteraan di Krayan,” ujar Ryan, Senin (5/5).
Menurutnya, jika akses jalan darat tersebut dapat diselesaikan dan difungsikan secara optimal, masyarakat di lima kecamatan di wilayah Krayan akan sangat terbantu, terutama dalam distribusi kebutuhan pokok dan material bangunan. Selama ini, pengiriman barang ke Krayan hanya bisa dilakukan melalui jalur udara menggunakan pesawat kecil, yang biayanya cukup tinggi.
“Sekarang ini, jalan dari Malinau ke Krayan sudah terbuka, tapi belum bisa dilalui kendaraan. Struktur tanahnya belum memungkinkan, apalagi di musim hujan seperti sekarang,” ungkapnya. Ia menambahkan, kondisi ini menyebabkan Krayan menjadi wilayah yang sangat tergantung pada transportasi udara, sehingga harga barang-barang kebutuhan pokok pun melambung.
Distribusi logistik ke wilayah Krayan, kata Ryan, dilakukan melalui Bandara Long Bawan dan diteruskan ke empat kecamatan lainnya menggunakan kendaraan darat. Namun, kondisi jalan yang rusak parah membuat waktu tempuh sangat tidak menentu.
“Dari Krayan Tengah (Binuang) ke Long Umung Krayan Timur hingga Long Bawan, Krayan, jaraknya sekitar 49 kilometer. Bila kondisi jalan bagus, bisa ditempuh dalam waktu lima jam lebih. Tapi sekarang, bisa memakan waktu berhari-hari,” jelasnya.
Tingginya harga barang di Krayan disebabkan biaya angkut yang dihitung per kilogram. Saat ini, biaya pengangkutan bisa mencapai Rp25.000 per kilogram, bahkan lebih tergantung lokasi tujuan. Oleh karena itu, Ryan menyarankan agar pembangunan jalan, meskipun belum diaspal, setidaknya sudah sampai pada tahap agregat agar bisa dilalui kendaraan berat pembawa sembako dan barang logistik lainnya.
“Kalau sudah sampai tahap agregat, itu sudah sangat membantu. Minimal kendaraan angkut bisa masuk dengan kapasitas besar,” pungkasnya.
Permintaan ini menunjukkan bahwa masyarakat perbatasan sangat berharap pemerintah pusat dan daerah memberikan perhatian lebih terhadap konektivitas wilayah yang selama ini terisolasi. Peningkatan akses darat tidak hanya akan menurunkan harga barang, tetapi juga membuka peluang pembangunan ekonomi yang lebih merata di kawasan perbatasan Kalimantan Utara. []
Redaksi11