SAMARINDA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan larangan penggunaan jalan umum, baik jalan negara, provinsi, maupun kabupaten/kota, sebagai jalur hauling (pengangkutan) hasil tambang. Kebijakan ini dikeluarkan sebagai bentuk perlindungan terhadap keselamatan masyarakat dan infrastruktur publik yang selama ini banyak terdampak aktivitas hauling.
Larangan ini ditegaskan langsung oleh Kepala Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Provinsi Kaltim, Bambang Arwanto, dalam wawancara resmi pada Kamis (26/6/2025) lalu. Ia menyatakan bahwa pemanfaatan jalan umum untuk hauling tidak lagi diperbolehkan di seluruh wilayah Kaltim. “Kalimantan Timur sudah menyatakan tidak lagi memperbolehkan penggunaan jalan negara, jalan provinsi, maupun jalan kabupaten untuk aktivitas hauling tambang,” tegas Bambang.
Menurut Bambang, kebijakan ini mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa aktivitas pertambangan wajib dilakukan melalui jalan khusus tambang, bukan jalan publik.
Ia mencontohkan kasus di Muara Kate sebagai peringatan serius akan bahaya penggunaan jalan umum untuk hauling. “Khusus untuk kasus di Muara Kate, itu sudah sangat jelas melanggar. Apalagi telah memakan korban jiwa, setidaknya tujuh orang meninggal di jalan umum. Maka, jalan hauling harus digunakan,” ujarnya.
Bambang menjelaskan bahwa saat ini sudah tersedia jalur hauling khusus sepanjang 143 kilometer milik Tabalong Prima Resources yang membentang dari Tabalong hingga ke Batu Ngau, Kaltim. Jalur ini dapat dimanfaatkan oleh perusahaan tambang yang ingin mengangkut batu bara menuju pelabuhan di Teluk Ampar atau Teluk Adang. “Semua batu bara dari Tabalong yang akan keluar melalui wilayah Kalimantan Timur, seperti ke Teluk Ampar atau Teluk Adang, wajib melewati jalan hauling itu,” tambahnya.
Penggunaan jalan umum, menurut Bambang, hanya dapat dilakukan dalam kondisi darurat dan dengan izin resmi, itupun bersifat sementara. Pemanfaatan jalan umum secara permanen untuk hauling dinyatakan tidak dibenarkan dan bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Larangan ini diharapkan dapat mengurangi potensi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan kendaraan tambang, memperpanjang umur infrastruktur jalan milik pemerintah, serta mengembalikan fungsi jalan umum bagi masyarakat. Di sisi lain, perusahaan tambang juga didorong untuk lebih bertanggung jawab dengan menyediakan dan menggunakan infrastruktur sendiri.
Bambang memastikan, pemerintah provinsi (Pemprov) bersama Forkopimda dan Gubernur Kaltim telah sepakat untuk menindak tegas perusahaan tambang yang masih menggunakan jalan umum untuk hauling. Pengawasan akan terus diperluas ke seluruh wilayah Kaltim, termasuk Kutai Barat (Kubar), Tabang, Berau, hingga Kutai Timur (Kutim).
“Kami akan terus turun ke lapangan. Pemantauan sudah dilakukan dan akan terus berlanjut. Prinsipnya, jalan umum hanya boleh digunakan untuk melintas (crossing, red) atau penggunaan terbatas dalam satu bidang tanah. Menggunakan badan jalan secara penuh dan jarak jauh tidak boleh,” tandasnya. Dengan kebijakan ini, Pemprov Kaltim berharap tercipta keseimbangan antara kelangsungan industri pertambangan dan keselamatan serta kenyamanan masyarakat sebagai prioritas utama. []
Penulis: Rifky Irlika Akbar | Penyunting: Rasidah | ADV Diskominfo Kaltim