Oplus_131072

Pedagang Bayar Tunggakan Retribusi Rp11,8 Miliar atau Hilang Akses ke Lapak Baru?

KUTAI KARTANEGARA – Kebijakan yang dikeluarkan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) terkait syarat ketat bagi pedagang yang ingin menempati lapak baru di Pasar Tangga Arung menuai kontroversi.

Para pedagang diwajibkan untuk melunasi tunggakan retribusi yang telah menumpuk sejak 2018, dengan total mencapai Rp11,839 miliar, jika ingin melanjutkan usaha di pasar tersebut.

Kebijakan ini mendapat protes dari sebagian pedagang yang merasa dirugikan. Mereka menilai kebijakan tersebut tidak adil, mengingat tunggakan retribusi membengkak akibat kenaikan tarif sepihak oleh Pemerintah Daerah (Pemda) pada 2018-2019.

Pada periode tersebut, tarif retribusi mengalami lonjakan hingga 300 persen, yang memicu penolakan keras dari para pedagang. Meskipun tarif retribusi akhirnya diturunkan setelah adanya dialog, tunggakan yang ada tetap tidak bisa dihindari dan menjadi beban berat bagi mereka.

“Kami sudah keberatan sejak tarif dinaikkan drastis. Sekarang kami dipaksa bayar tunggakan yang sebenarnya bukan sepenuhnya kesalahan kami. Ini tidak adil,” ucap salah satu perwakilan pedagang, Yunus, kepada media ini, Rabu (05/02/2025).

Lebih lanjut, Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Kutai Kartanegara, Sayid Fhatullah, mengakui bahwa peningkatan tunggakan retribusi disebabkan oleh kenaikan tarif yang terjadi pada 2018-2019.

“Bengkak itu di 2018-2019 karena ada kenaikan tarif 300 persen. Tapi pertengahan Juli 2019 sampai sekarang sudah diturunkan tarifnya,” ucapnya kepada awak media beberapa waktu yang lalu.

Meski demikian, ia menegaskan bahwa seluruh pedagang harus melunasi tunggakan retribusi terlebih dahulu sebelum dapat mendaftar ulang dan menempati lapak baru di Pasar Tangga Arung.

Kebijakan ini menuai kritik dari berbagai pihak, terutama karena banyak pedagang yang masih kesulitan pulih akibat dampak pandemi Covid-19. Selama pandemi, pendapatan pedagang menurun drastis, sementara kewajiban membayar tunggakan retribusi tetap ada.

Menurut data dari Disperindag, tunggakan retribusi sempat turun menjadi Rp1,3 miliar pada 2020, Rp786 juta (2021), Rp680 juta (2022), dan Rp566 juta (2023), namun jumlah tersebut tetap menjadi beban berat bagi pedagang kecil.

“Nanti ada proses daftar ulang lagi sebelum masuk ke lapak baru di Pasar Tangga Arung. Tapi mereka harus lunasi dulu (retribusi), pastikan utang ke pemda tidak ada lagi,” tegas Fhatullah.

Pasar Tangga Arung, yang rencananya akan beroperasi pada akhir 2025 atau awal 2026, seharusnya menjadi solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pedagang.

Namun, kebijakan yang diterapkan oleh Disperindag justru dinilai menghalangi akses bagi pedagang kecil. Banyak pihak mempertanyakan apakah pemerintah daerah lebih mengutamakan penerimaan retribusi daripada kesejahteraan pedagang kecil? []

Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com