KUTAI KARTANEGARA — Perempuan desa di Kutai Kartanegara kini tak lagi sekadar pelengkap dalam kegiatan pertanian. Melalui Kelompok Wanita Tani (KWT), mereka bertransformasi menjadi motor penggerak dalam proses hilirisasi hasil perkebunan rakyat. Langkah ini digagas dan terus diperkuat oleh Dinas Perkebunan (Disbun) Kukar sebagai strategi pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.
Kepala Bidang Produksi Disbun Kukar, Subagio, menilai keterlibatan aktif perempuan telah membawa dampak signifikan terhadap nilai tambah produk perkebunan, terutama dalam hal pengolahan dan pemasaran. Ia menggarisbawahi bahwa ketekunan dan ketelitian kaum perempuan menjadi modal penting dalam menjaga mutu produk olahan.
“Kalau rumah produksi tanpa perempuan, pasti lambat jalannya. Mereka telaten, disiplin, dan sangat memperhatikan mutu,” kata Subagio di Tenggarong, Sabtu (28/06/2025).
Salah satu contoh keberhasilan tersebut dapat dilihat di Desa Lung Anai. KWT setempat mampu mengolah biji kakao menjadi produk cokelat premium bernama Cokelat Lung Anai, yang berhasil meraih juara dalam ajang produk unggulan UMKM tingkat Kalimantan Timur. Produk tersebut kini bersiap memasuki pasar nasional.
Tidak hanya kakao, di sentra-sentra kopi seperti Cipari Makmur dan Perangkat Baru, perempuan turut mengambil peran dalam produksi kopi kemasan. Produk mereka, seperti Kopi Kohim, telah menembus pasar ritel dan sejumlah hotel mitra di daerah.
Disbun Kukar tidak hanya menyediakan sarana produksi, tetapi juga menjalin kerja sama lintas dinas untuk memperkuat kapasitas pelaku KWT. Pelatihan tentang manajemen keuangan, strategi pemasaran digital, serta peningkatan merek dilakukan secara rutin bersama Disperindag dan DiskopUKM.
Program ini menjadi bagian integral dari penguatan ekonomi lokal, di mana perempuan memegang peran strategis, tidak hanya sebagai tenaga kerja tetapi juga sebagai pengambil keputusan dalam unit usaha. Banyak KWT yang kini berhasil membentuk koperasi dan mengelola bisnis mereka secara mandiri.
Disbun Kukar melihat model ini sebagai wujud nyata pembangunan desa inklusif yang mengandalkan sumber daya lokal secara maksimal. Dengan memberdayakan perempuan, sektor perkebunan tak hanya menjadi penggerak ekonomi, tetapi juga alat pemerataan kesejahteraan.[]
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nursiah