KUTAI KARTANEGARA – Krisis yang berkepanjangan menerpa PT Kalimantan Powerindo, yang telah berstatus pailit selama empat tahun, namun hingga kini belum juga menyelesaikan kewajibannya untuk membayar gaji puluhan karyawan.
Sejak April hingga November 2024, sebanyak 38 karyawan belum menerima hak-hak mereka, dan nasib mereka tergantung tanpa kepastian.
Mediator Bidang Hubungan Industrial dari Dinas Transmigrasi dan Ketenagakerjaan (Distransnaker) Kutai Kartanegara (Kukar), Desak, mengungkapkan hal tersebut dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang baru-baru ini digelar di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kukar.
Pihak perusahaan menyatakan bahwa seluruh aset yang dimilikinya telah digadaikan ke Bank Mandiri. Akibatnya, saran dari anggota dewan untuk menjual aset perusahaan guna membayar gaji karyawan tidak dapat dilaksanakan.
“Kami sudah tiga kali memfasilitasi mediasi antara karyawan dan perusahaan, namun tak satu pun solusi konkret tercapai. Hingga ke RDP pun, hak-hak karyawan masih terkatung-katung,” ucapnya kepada media ini, di Tenggarong, Jumat (24/01/2025).
Desak menyebutkan, awalnya kasus ini berdampak pada 40 karyawan. Namun, dua di antaranya memilih mundur setelah menerima uang pisah yang dibayar dengan cara dicicil. Meski demikian, 38 karyawan yang tersisa masih terus berjuang mendapatkan hak gaji yang seharusnya mereka terima.
Pihak perusahaan yang hadir dalam RDP nyaris tak memberikan solusi, selain terus berdalih soal agunan aset. Sementara itu, para karyawan mulai kehilangan kesabaran dan mendesak agar pemerintah daerah turun tangan lebih serius.
“Kami dari Distransnaker bersama DPRD Kukar, merencanakan kunjungan lapangan ke PT Kalimantan Powerindo yang berlokasi di daerah Sebulu,” imbuh Desak.
“Namun, saat ini kami masih menunggu koordinasi dari DPR mengenai jadwal kunjungan tersebut. Rencananya, kami akan mengecek aset-aset perusahaan, apakah benar telah diagunkan ke Bank Mandiri,” tutupnya.
Kasus PT Kalimantan Powerindo menjadi pukulan berat bagi sektor ketenagakerjaan di Kukar. Dengan aset yang tidak dapat dijual dan karyawan yang terus menderita, apakah pemerintah akan membiarkan masalah ini berlarut-larut? []
Penulis: Jemi Irlanda Haikal | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita