Hukuman Mati Masih Berlaku, Ini Ketentuan di KUHP Baru

JAKARTA – Ketua Kamar Pidana Mahkamah Agung (MA), Prim Haryadi, menegaskan bahwa hukuman mati tetap berlaku di Indonesia meskipun penerapannya akan dibatasi melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang mulai efektif pada 2026. Pernyataan ini disampaikan dalam Seminar Nasional bertajuk “Hukuman Mati dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif, dan Hukum Internasional” di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat.

Prim menjelaskan, dasar hukum hukuman mati masih tercantum dalam sejumlah pasal KUHP yang berlaku saat ini.

“Saat ini ketahui bahwasanya pidana mati di Indonesia ini masih dimungkinkan, karena diatur dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan, dalam beberapa pasal KUHP yang masih berlaku, mengatur tentang hukuman mati,” ujarnya di hadapan peserta seminar.

Ia juga mengungkapkan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) pernah menguji konstitusionalitas norma hukuman mati pada 2007-2008, namun tidak menghapuskannya.

“Mahkamah Konstitusi di tahun 2007, 2008 itu menyatakan masih diperkenankan, di 2008, hanya harus lebih selektif bahasanya barangkali ya,” tambahnya.

Dalam KUHP baru yang akan berlaku pada 2026, Prim menyebutkan bahwa hukuman mati hanya diberlakukan secara terbatas untuk tindak pidana luar biasa.

“Kemudian KUHP yang baru penerapannya juga terbatas, hanya pada tindak pidana luar biasa, terorisme, kejahatan terhadap negara, pembunuhan berencana, dan kejahatan berat terkait narkotika,” paparnya.

Menurutnya, pembatasan ini mencerminkan prinsip kehati-hatian dalam penegakan hukum.

Selain itu, Prim membeberkan mekanisme baru dalam eksekusi hukuman mati. Terpidana tidak langsung dieksekusi, melainkan menjalani masa percobaan selama 10 tahun dalam penjara.

“Jadi berkaitan dengan hukuman mati dalam KUHP yang baru memang ada sedikit diperlonggar. Kalau selama ini dalam KUHP yang saat ini berlaku itu memang selesai, tapi di KUHP baru ini ada semacam percobaan 10 tahun, itu baru dipantau kelakuannya terpidana ini,” jelasnya.

Seminar ini menjadi wadah diskusi multidimensi, menghadirkan perspektif hukum Islam, hukum nasional, dan hukum internasional terkait polemik hukuman mati. Prim menekankan bahwa keberadaan hukuman mati di Indonesia tidak bertentangan dengan konstitusi, meski tetap menuai perdebatan di tingkat global.

Perubahan dalam KUHP baru, menurut Prim, merupakan respons atas dinamika hukum yang mengedepankan proporsionalitas dan hak asasi manusia. Namun, ia menegaskan bahwa negara tetap memiliki kewenangan menjatuhkan hukuman tertinggi bagi kejahatan yang dinilai mengancam stabilitas nasional.

Dengan skema percobaan 10 tahun, diharapkan tercipta ruang evaluasi bagi terpidana untuk memperbaiki perilaku sebelum keputusan akhir eksekusi diambil. Langkah ini dinilai sebagai upaya menyeimbangkan antara efek jera dan prinsip rehabilitasi dalam sistem peradilan pidana Indonesia. []

Penulis: Muhammad Yusuf | Penyunting: Nistia Endah Juniar Prawita

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com
X