Dana Hibah Baznas Kalsel Dipertanyakan

BANJARMASIN – Pada Kamis (08/05/2025), Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kalimantan Selatan (Kalsel), Irhamsyah Safari, diperiksa oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Banjarmasin. Sidang tersebut merupakan lanjutan dari perkara dugaan gratifikasi terkait Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kalsel yang berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kasus ini mencuat karena adanya dana hibah dari Pemerintah Provinsi Kalsel yang mencapai Rp2,3 miliar pada tahun 2024, yang diduga disalurkan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dana hibah tersebut merupakan bagian dari total hibah senilai Rp5 miliar yang diterima Baznas Kalsel melalui Biro Kesra Setdaprov Kalsel. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada 2021, Baznas Kalsel hanya menerima dana hibah sebesar Rp1 miliar, yang kemudian meningkat menjadi Rp1,2 miliar pada 2022, dan Rp1,5 miliar pada 2023. Pada 2024, dana hibah tersebut meningkat signifikan hingga mencapai Rp5 miliar.

Dari total dana Rp5 miliar tersebut, sekitar Rp2 miliar diperuntukkan bagi operasional Baznas Kalsel, sementara Rp3 miliar seharusnya digunakan untuk penyaluran bantuan. Namun, yang menjadi perhatian adalah, hanya sekitar Rp200 juta dari dana tersebut yang telah disalurkan melalui program-program produktif seperti di bidang kesehatan, sosial kemanusiaan, dan pendidikan. Sisa dana sebesar Rp2,3 miliar malah diserahkan kepada pihak lain, yakni Ahmad, bendahara Rumah Tahfidz Darussalam, untuk disalurkan kembali.

Majelis Hakim, yang dipimpin oleh Arif Winarno, mempertanyakan kepada Irhamsyah tentang alasan dana hibah yang seharusnya disalurkan oleh Baznas, malah diserahkan kepada orang lain untuk dikelola. Hakim Arif menekankan bahwa sebagai amil zakat, Baznas seharusnya bertanggung jawab penuh dalam penyaluran dana tersebut, dan hal itu harus dibuktikan dengan tanda terima yang sah.

“Pertanggungjawabannya ada pada Anda. Apalagi tanpa tanda terima. Bagaimana Anda menyusun laporan terkait hal ini?” tanya Hakim Arif. Ia juga mengingatkan Irhamsyah bahwa dalam aturan perjanjian hibah, penerima hibah wajib bertanggung jawab atas pengelolaan dana tersebut.

Irhamsyah sempat terdiam dan tidak bisa memberikan jawaban yang memadai atas pertanyaan hakim. Ia justru balik bertanya mengenai maksud dari pertanyaan tersebut. Saksi lain, M Arsyad (keuangan Baznas Kalsel) dan Noor Huda Fikri (Kepala Bidang Pendistribusian Baznas Kalsel), turut hadir dalam persidangan. Arsyad menceritakan pengantaran dana Rp2,3 miliar tersebut pada 28 September 2024, yang dilakukan pada sore hari, berbeda dengan rencana semula yang seharusnya dilakukan pada siang hari.

Sementara itu, Noor Huda Fikri memberikan keterangan bahwa dari Rp200 juta dana hibah yang digunakan untuk penyaluran bantuan, sejumlah 125 paket sembako sudah didistribusikan.

Setelah sidang, Jaksa KPK, Mayer Volmer Simanjuntak, menegaskan bahwa keterangan saksi-saksi tersebut memperkuat dugaan adanya gratifikasi yang melibatkan Baznas Kalsel. Ia mengungkapkan bahwa penyerahan dana Rp2,3 miliar tersebut tidak disertai tanda terima resmi, dan tidak ada laporan pertanggungjawaban resmi terkait dana tersebut. Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (15/05/2025) mendatang, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan empat terdakwa, termasuk Ahmad Solhan, yang saat OTT KPK menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Kalsel.[]

Redaksi12

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com