NEW DELHI – Seorang akademikus terkemuka di India, Ali Khan Mahmudabad, yang menjabat sebagai Kepala Departemen Ilmu Politik di Universitas Ashoka, ditangkap oleh kepolisian negara bagian Haryana setelah unggahannya di media sosial terkait Operasi Militer Sindoor memicu reaksi keras dari publik dan lembaga resmi. Penangkapan ini dilakukan setelah Komisi Perempuan Negara Bagian Haryana mengajukan pengaduan terhadap Mahmudabad, yang dinilai merendahkan martabat perwira militer perempuan.
Operasi Sindoor merupakan aksi militer yang baru-baru ini dilancarkan India terhadap sembilan kamp teroris di wilayah Pakistan dan Kashmir yang dikelola oleh Pakistan. Unggahan Mahmudabad di media sosial yang membahas operasi tersebut menyita perhatian karena menyinggung soal alasan pemilihan perwira militer perempuan Muslim sebagai juru bicara dalam pengarahan operasi tersebut.
Dalam tulisannya, Mahmudabad menyatakan bahwa meskipun langkah tersebut menunjukkan kemajuan, apresiasi atas peran perempuan dalam militer akan menjadi “kemunafikan” apabila tidak disertai reformasi struktural yang mendukung peningkatan status perempuan secara luas di institusi militer dan lembaga publik lainnya.
Selain itu, Mahmudabad juga sempat mengapresiasi strategi militer India namun mengkritik retorika perang yang menyertai operasi tersebut. Ia menegaskan bahwa pernyataannya telah disalahartikan dan disalahpahami oleh pihak-pihak tertentu. “Jika ada yang perlu digarisbawahi, seluruh komentar saya adalah tentang menjaga keselamatan nyawa warga negara dan tentara. Tidak ada sedikit pun unsur misigonis dalam komentar saya,” ujarnya.
Sebelum penangkapannya, Mahmudabad menyampaikan bahwa ia hanya menjalankan hak konstitusionalnya atas kebebasan berpikir dan berbicara, dan menyebut tindakan penahanan terhadap dirinya sebagai bentuk penyensoran yang tidak berdasar. Ia juga menyampaikan bahwa komentarnya bertujuan untuk mendorong perdamaian serta memberikan penghormatan kepada militer India atas tindakan tegasnya.
Tindakan terhadap Mahmudabad menuai respons dari berbagai kalangan. Sebuah surat terbuka yang ditandatangani oleh 1.200 orang, termasuk akademisi, pegawai negeri, dan dosen dari berbagai universitas, menyatakan dukungan terhadap Mahmudabad. Dalam surat tersebut, para penandatangan menuntut permintaan maaf dari Komisi Perempuan Negara Bagian Haryana, yang mereka anggap telah melakukan tindakan fitnah secara sengaja terhadap sang profesor.
Kasus ini menyoroti ketegangan antara kebebasan berekspresi dan interpretasi publik atas komentar-komentar yang berkaitan dengan isu sensitif, seperti militer dan gender, dalam konteks politik dan keamanan nasional India. []
Redaksi11