BULUNGAN – Sekretaris Daerah Kabupaten Bulungan, H Risdianto, menyampaikan dukungannya terhadap perlindungan hak masyarakat hukum adat dalam sebuah seminar dan lokakarya yang diselenggarakan oleh Komnas HAM. Acara tersebut membahas pengenalan standar norma dan pengaturan (SNP) mengenai perlindungan terhadap masyarakat hukum adat (MHA).
Dalam forum itu, Risdianto menekankan pentingnya melibatkan seluruh elemen masyarakat, termasuk komunitas adat, dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Menurutnya, keberhasilan pembangunan tidak dapat terwujud tanpa partisipasi aktif dari kelompok-kelompok yang selama ini hidup berdampingan dengan alam berdasarkan nilai dan hukum adat mereka.
“Saya sangat mengapresiasi seminar dan lokakarya ini. Kegiatan ini penting sebagai langkah bersama dalam memastikan regulasi yang jelas dan perlindungan hak-hak masyarakat hukum adat,” ujar Risdianto dalam keterangannya, Jumat (4/7).
Ia berharap agar kegiatan tersebut mampu menghasilkan rekomendasi yang konkret dan strategis, terutama dalam mendorong percepatan proses pengakuan serta perlindungan terhadap MHA di berbagai wilayah, termasuk Bulungan. Saat ini, Kabupaten Bulungan telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2016 yang menjadi dasar hukum bagi pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat di daerah tersebut.
“Pada tahun 2022, Pemda Bulungan juga membentuk Panitia Masyarakat Hukum Adat yang bertugas melakukan identifikasi, verifikasi lapangan dan pengurusan administrasi sebagai dasar pengakuan resmi,” jelasnya.
Sejauh ini, terdapat lima komunitas adat yang telah diajukan dalam proses pengakuan. Di antaranya adalah Punan Tugung di Desa Punan Dulau, Blusu Rayo di Desa Klising, Uma’ Kulit di Desa Long Lian, Ga’ai Kung Kemul di Desa Long Beluah, dan Punan Batu Benau di Desa Sajau. Dari lima komunitas tersebut, baru satu yang telah diakui secara resmi melalui Keputusan Bupati Bulungan tahun 2023, yakni Punan Batu Benau. Sementara dua lainnya, yakni Punan Tugung dan Blusu Rayo, telah diumumkan secara terbuka dan dijadwalkan akan segera mendapatkan surat keputusan dalam waktu dekat.
Risdianto menambahkan, pemerintah pusat melalui tim terpadu dari kementerian terkait dijadwalkan akan melakukan verifikasi dan validasi status hutan adat Batu Benau Sajau pada 28 Juli mendatang. Ia menilai langkah ini merupakan wujud nyata dari komitmen daerah dalam memperkuat pengakuan hak komunitas adat.
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa peran pemerintah pusat sangat krusial dalam mendukung penyusunan regulasi yang berkeadilan bagi masyarakat hukum adat. Menurutnya, tidak sedikit konflik terjadi di lapangan akibat tumpang tindih wilayah antara tanah adat dengan konsesi perusahaan pemegang HGU atau HPH.
“Sering kali di lapangan terjadi tumpang tindih wilayah antara masyarakat adat dengan konsesi perusahaan. Hal ini tentu memiliki implikasi hukum yang harus diselesaikan secara adil,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan ruang hidup bagi komunitas adat agar mereka tetap dapat menjalankan kehidupan sesuai kearifan lokal. Menurutnya, banyak keluarga adat yang kini merasa terpinggirkan karena ruang hidup mereka semakin menyempit akibat berbagai kebijakan dan ekspansi usaha.
“Banyak keluarga adat yang kini merasa terdesak, ruang hidup mereka semakin sempit. Ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa masalah ini sangat spesifik dan mendesak,” tutur Risdianto.
Ia berharap ke depan tidak ada lagi kontradiksi antara aturan yang tertulis dengan kenyataan di lapangan, dan kebijakan yang dibuat benar-benar memperhatikan keberlangsungan hidup masyarakat hukum adat. “Ini membutuhkan perhatian serius dari kementerian terkait. Jangan sampai aturan yang dibuat justru memperburuk situasi masyarakat hukum adat,” pungkasnya.[]
Admin05