ANKARA – Yoon Suk Yeol, Presiden Korea Selatan yang kini dimakzulkan, muncul di sidang pengadilan untuk membela keputusan yang diambilnya terkait pemberlakuan darurat militer pada bulan Desember, serta untuk menanggapi upaya penyidik yang berusaha memperpanjang masa penahanannya, demikian dilaporkan oleh kantor berita Yonhap pada Sabtu (18/01/2025).
Persidangan yang berlangsung di Seoul ini akan memutuskan pada Sabtu malam terkait permohonan Badan Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) yang meminta agar penahanan Yoon diperpanjang hingga 20 hari.
Jika permohonan tersebut dikabulkan, Yoon akan menjadi presiden Korea Selatan pertama yang ditahan selama menjabat.
Beberapa media lokal menayangkan rekaman yang memperlihatkan kendaraan Yoon memasuki Pengadilan Negeri Seoul Barat, menunjukkan bahwa mantan presiden tersebut hadir langsung untuk menghadapi proses hukum yang tengah berlangsung.
Yun Gap-keun, penasihat hukum Yoon, mengungkapkan bahwa keputusan Yoon untuk hadir di sidang ini merupakan langkah untuk memberikan penjelasan mengenai legitimasi keputusan darurat militer yang dia buat dan untuk memulihkan nama baiknya yang tercemar.
CIO, bersama dengan kepolisian dan militer Korea Selatan, tengah melakukan penyelidikan gabungan untuk menentukan apakah keputusan Yoon untuk memberlakukan darurat militer dapat dianggap sebagai tindakan pemberontakan.
Tim pembela Yoon menyatakan bahwa CIO tidak memiliki kewenangan untuk menyelidiki tuduhan pidana yang diarahkan kepada klien mereka.
Badan Investigasi Korupsi menuduh Yoon terlibat dalam “pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan” dan memohon kepada pengadilan untuk menahan Yoon dengan alasan beratnya pelanggaran yang dia lakukan serta potensi bahwa dia dapat mengulangi tindakannya tersebut.
Yoon baru berhasil ditangkap pada Rabu oleh petugas gabungan setelah percobaan pertama untuk menangkapnya gagal. Pengadilan setempat pada Kamis menolak banding yang diajukan oleh tim pembela Yoon yang berusaha menggugat keputusan penahanannya.
Setelah ditangkap, Yoon diperiksa oleh penyidik selama lebih dari sepuluh jam, meskipun dilaporkan bahwa dia memilih untuk tetap bungkam selama proses tersebut.
Dalam perkembangan lain yang terkait, dua pejabat senior Dinas Keamanan Presiden, yakni Kepala Dinas Kim Seong-hoon dan Kepala Divisi Pengawalan Lee Kwang-woo, pada Sabtu memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa terkait dugaan upaya menghalangi proses penyidikan terhadap Yoon.
Sementara itu, di Majelis Nasional Korea Selatan, rancangan undang-undang (RUU) yang telah direvisi dan diusulkan oleh kubu oposisi untuk melakukan penyelidikan khusus terhadap Yoon, disetujui pada Jumat dengan hasil pemungutan suara 188 anggota parlemen setuju dan 86 anggota menolak.
RUU tersebut disetujui meskipun seluruh anggota Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang mendukung Yoon menentangnya, namun suara mereka tidak cukup untuk menggagalkan inisiatif tersebut, mengingat mayoritas kursi di parlemen dikuasai oleh kubu oposisi.
RUU yang telah direvisi itu menghapus tuduhan bahwa Yoon berusaha memprovokasi perang dengan Korea Utara, yang sebelumnya disertakan dalam draf awal rancangan undang-undang tersebut.
Keputusan untuk mengajukan revisi tersebut diambil setelah pembicaraan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Nasional, Woo Won-shik, antara ketua fraksi Partai Demokratik (DP) Park Chan-dae dan rekannya dari PPP, Kweon Seong-dong, gagal mencapai kesepakatan. []
Redaksi03